Selasa, Desember 29, 2009

PENALARAN INDUKTIF " KAJIAN FILSAFAT "

PENDAHULUAN

Salah satu sifat dasar manusia adalah hasrat dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Hal ini adalah anugerah tuhan yang diberikan kepada manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain[1]. Salah satu bukti sederhana dari rasa ingin tahu manusia ini adalah dengan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan untuk suatu masalah atau sesuatu yang belum, kurang, bahkan yang tidak dimengerti manusia. Sedangkan untuk taraf permasalah yang lebih mendalam wujud rasa ingin tahu manusia adalah dengan melakukan penelitian. Suatu penelitian pada hakekatnya juga dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.[2]

Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif[3]. Pada pembahasan kali ini akan kita bahas tentang penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak, tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi. Dalam makalah ini, akan kami coba kupas lebih dalam tentang penalaran induksi. Tentunya makalah ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, maka kami menerima masukan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amiin..

PEMBAHASAN

a. Pengertian

Aristoteles mengenal induksi sebagai proses penalaran dalam rangka memperoleh kebenaran general dari hal-hal partikular. Francis bacon (1516-1626)[4] adalah orang yang meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi yang modern, dan juga merupakan orang yang pertama kali membuat rincian dari jenis penalaran ini untuk dijadikan aturan penelitian ilmiah. Bacon mendorong ilmuan meneliti alam semsta dengan menstabulasi baik lingkungan dimana suatu fenomena hadir ataupun tidak hadir. Ciri dari penjelasan induktif adalah, lingkungan dapat menjadi tema penelitian dan semakin menyeluruh maka generalisasi semakin mungkin mencapai kepastian. Induksi yang dipaparkan Bacon adalah, suatu metode atau suatu proses penyisihan atau pelenyapan, dengan semua sifat, yang tidak termasuk sifat tunggal ditiadakan. Tujuannya ialah untuk memiliki sebagai sisanya sifat-sifat yang menonjol dalam fakta-fakta yang diamati.[5]

Dapat juga dikatakan bahwa berfikir secara induktif merupakan suatu cara berfikir dengan mendasarkan pada pengalaman pengalaman yang diulang ulang. Bisa juga merupakan sebuah kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus kasus khusus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus khusus menjadi kasus umum.

Kasus khusus:

  1. Andi mati
  2. Eko mati
  3. Budi mati
  4. dst

Andi Eko Budi dst adalah manusia

maka kasus umumnya dapat dipahami atau disimpulkan:

Manusia pasti mati

Berfikir secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu. Sains probabilistik biasa sangat menyukai cara pandang seperti ini. Kebanyakan dari pengetahuan sehari hari kita juga merupakan hasil dari berfikir induktif. Mendung itu pertanda akan hujan, dsb merupakan hasil dari pola pikir induktif.

b. Pembagian Induksi

Dari jumlah kasus yang dijadikan contoh menuju pada kesimpulan, kita bisa membagi induksi dalam 2 macam :

  • Induksi Lengkap
  • Induksi Tidak Lengkap

A. Induksi lengkap

adalah penalaran induksi dimana suatu kesimpulan umum diambil berdasarkan seluruh kasus partikular yang diteliti/diketahui.

Misalnya, saya meneliti bahwa rumah-rumah di desa wukirsari cangkringan semuanya sudah mendapatkan listrik. Dari hasil pengamatan itu saya kemudian menyimpulkan bahwa semua rumah di desa wukirsari cangkringan telah mendapat listrik. Generalisasi ini tidak bisa diragukan dan diperdebatkan lagi, karena muncul dari hasil pengamatan atas semua kasus.

Tapi penalaran induksi jenis ini adalah “penalaran” yang sangat lemah. Artinya saya tidak menambah sesuatu kedalam pengetahuan saya, karena saya hanya menyimpulkannya dari apa yang sudah ada. Selain itu apa yang saya nyatakan hanyalah apa yang saya ketahui.

B. Induksi Tidak Lengkap

Induksi ini lebih merangsang dan lebih menantang. Karena dari sini kita melewati suatu proses “dari beberapa ke semua”. Induksi tidak lengkap adalah penalaran dari beberapa kasus-kasus partikular menuju pada kesimpulan umum. Dari sini kita mengambil beberapa kasus, banyak atau sedikit tetapi tidak semua, bahwa suatu pernyataan umum mengenai kelas itu dianggap benar.

Induksi tidak lengkap bisa dilihat pada contoh sederhana dibawah ini :

[1] Aji – penduduk desa A = adalah pegawai

[2] Budi– penduduk desa A = adalah pegawai,

[3] Retno – penduduk desa A = adalah pegawai,

[4] Susi – penduduk desa A = adalah pegawai,

[5] Yopan – penduduk desa A = adalah pegawai,

[6] Zet – penduduk desa A = adalah pegawai.

Kesimpulan – jadi semua penduduk yang mendiami desa A adalah pegawai.

Induksi tidak lengkap adalah penalaran yang sering dipakai dalam berbagai bidang. Para peneliti, pengamat, dan lain-lain mengambil suatu pernyataan umum dari beberapa kasus partikular dan menegaskannya sebagai suatu kebenaran.

c. Kritik dan Keberatan terhadap Penalaran Induksi

Dalam sejarah pemikiran filsafat, ada beberapa nama yang telah melakukan kritik atas pemikiran dan penalaran induksi. Misalnya saja David Hume dengan keberatan empirisme-nya[6] dan Karl Popper dengan falsifikasi-nya[7].

Seperti yang telah kita bahas diatas bahwa Penalaran induktif dihasilkan dari sejumlah kasus-kasus spesifik atau khusus yang memiliki kaitan satu-sama lain sehingga bisa ditarik satu atau beberapa buah kesimpulan yang bersifat lebih luas atau umum. Namun demikian ada beberapa kritik yang menjadi salah satu serangan paling kuat terhadap cara berfikir ini.

1. Kritik Pertama.

Penalaran induktif bukan merupakan prediksi yang benar-benar akurat. Induktif bisa dihasilkan karena pengulangan-pengulangan secara terus menerus. Misalkan seekor ayam diberi makan oleh pemiliknya sedemikian sehingga ayam tersebut setiap kali pemiliknya mendekat selalu tahu bahwa saat itulah ia akan disuguhi makanan yang akan mengenyangkan dirinya. Dengan demikian ayam (secara instingtif atau behavioristis) memiliki pengetahuan atas suguhan makanan yang akan dimakan lewat kasus pembiasaan yang diulang ulang. Ayam sampai pada kesimpulan bahwa majikan datang sama dengan makanan datang. Ini merupakan kesimpulan umumnya.

Namun suatu ketika majikan datang dan sang ayampun mendekat. Bukan makanan yang di dapat oleh sang ayam tapi tebasan pisau yang meneteskan darah dilehernya. Majikan datang sama dengan maut. Dengan demikian kesimpulan umum bahwa majikan datang sama dengan makanan menjadi sebuah pengetahuan yang salah dan menjerumuskan sang ayam itu sendiri.

Tidak beda dengan hal ini adalah kepercayaan kita atas terbitnya matahari dari timur. Karena setiap hari matahari selalu saja terbit dari timur (walaupun mengalami pergeseran sedikit kearah utara atau selatan), hal ini tidaklah menjadikan kesimpulan bahwa matahari selalu terbit dari timur merupakan sebuah kebenaran mutlak. Tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari bisa terbit dari barat, utara atau selatan.

Disini terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.

2. Kritik kedua.

Penalaran induksi seringkali dikaitkan dengan sebuah korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dua buah kejadian yang berbeda. Hasil-hasil kesimpulan secara induksi juga dikaitkan dengan kausalitas sebuah kejadian. Karena sedemikian sering kejadian A diikuti oleh kejadian B, maka diambil kesimpulan bahwa kejadian A merupakan penyebab kejadian B. Hutan yang gundul menyebabkan banjir. Pengeboran lumpur Lapindo menyebabkan luapan lumpur. Dsb.

Kemudian lewat sebuah penelitian induktif (imajinasi) diketahui bahwa terdapat korelasi nyata yang menyatakan setiap kali seekor domba kencing di Depan Graha Saba Pramana UGM, maka Daerah UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) akan kebanjiran. Apakah kesimpulan ini bisa dikaitkan dengan proses kausalitas?

Inilah yang menjadi kritik kedua atas penalaran induktif. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif. Penalaran induktif sekarang ini masih sering digunakan sebagai salah satu pengetahuan yang “ilmiah” dalam persoalan-persoalan kehidupan. Baik itu kesehatan, biologi, psikologi dan sebagainya. Contoh nyata dari aplikasi penalaran induktif adalah penelitian-penelitian yang bersifat statistikal yang mendasarkan pada sampel-sampel.

Kesimpulan

Kelebihan penalaran induktif

1. Berfikir secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu

2. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.

3. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.

Kelemahan penalaran induktif

1. Terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.

2. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif

Selamat berinduktif ria!!

Salam Penuh Ragu dalam Ketidakmengertian

Daftar Pustaka

Sumantri, Jujun S, 1997, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta : Yayasan Obor

Hadiwijono, Harun, 1979, Sari Sejarah Filsafat Barat jilid 2, yogyakarta : PPIP Duta Wacana

Rizal mustansyir&Misnal munir, 2003, Filsafat ilmu, yogyakarta : pustaka pelajar

Tim Dosen Filsafat ilmu, Fakultas filsafat UGM, 1992, Filsafat ilmu, yogyakarta : Liberti

Hand out, Filsafat Ilmu,Sem 2, PAI, Tarbiyah, Uin



[1] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberti, Yogyakarta, 1992, hlm. 67.

[2] J.S.Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, 1997,

[3] Ibid. hal 100

[4] Dr. harun hadiwijono, sari sejarah filsafat barat jilid II, pusat penelitian dan inovasi pendidikan duta wacana yogyakatya. Hal 8.

[5] Ibid. hal 10.

[6] Dr. harun hadiwijono, sari sejarah filsafat barat jilid II, pusat penelitian dan inovasi pendidikan duta wacana yogyakatya. Hal 64.

[7] Drs. Rizal Mmuntansyir M.Hum&Drs. Misnal Munir M.Hum . Filsafat Ilmu. Hal 117

Pendidikan Transformatif

pendahuluan

Potret pendidikan di Indonesia makin hari makin buram.Ini disebabkan
karena pendidikan di Indonesia menganut paradigma liberal.
Dalam koridor paradigma ini pendidikan diabdikan bagi kepentingan ekonomi semata. Pendidikan tidak bertujuan untuk pembebasan kemanusiaan.Dalam makalh ini akan dipaparkan tiga paradigma pendidikan yang lazim berlaku: konservatif, liberal, kritik. Ketiganya membentuk corak kesadaran yang berbeda pula bagi peserta didik. Pendidikan konservatif menghasilkan kesadaran magis; pendididkan liberal menghasilkan kesadaran naif; sebaliknya, berbeda dengan dua paradigma sebelumnya, pendidikan kritik membentuk kesadaran kritis. Model pendidikan yang hanya sekadar menumpuk pengetahuan, tak pelak menghadirkan sosok generasi yang buta akan penindasan. Kemacetan transformasi sosial dewasa ini, tak lain juga bermula dari pendidikan yang tidak transformatif tersebut.

Mengapa peduli pada pendidikan? Banyak orang menyebut bahwa antara pendidikan dan perubahan sosial adalah dua hal yang saling terkait dan mempengaruhi. Suatu perubahan kiranya sulit akan terjadi tanpa diawali pendidikan, begitu pula pendidikan yang transformatif tak akan pula terwujud bila tidak didahului dengan perubahan, utamanya, paradigma yang mendasarinya. Bahkan, ada pula yang berpendapat bahwa menyebut perubahan sosial dan pendidikan yang transformatif ibarat menyebut sesuatu dalam satu tarikan nafas: pendidikan taranformatif adalah perubahan sosial dan perubahan sosial adalah pendidikan transformatif. Sungguhkah?

Perubahan sosial tentu membutuhkan aktor-aktor yang mempunyai pengetahuan, kemampuan, komitmen, serta kesadaran akan diri dan posisi strukturalnya. Untuk itu perlu tersedianya suatu media dimana ide-ide, nilai-nilai maupun ideologi, yang tentunya kontra ideologi hegemonik, ditransmisikan kepada para pelaku perubahan sosial.
Paulo Freire, pemikir dan aktivis Pendidikan Kritis, mempunyai pendapati cemerlang perihal pendidikan dan kaitannya dengan perubahan sosial1. Dalam bentuknya yang paling ideal, menurut Freire, pendidikan membangkitkan kesadaran (conscientizacao) diri manusia sebagai subjek. Dengan kesadaran sebagai subjek tersebut manusia dapat memerankan liberative action. Kesadaran ini secara komunal akhirnya membentuk kesadaran sosial. Dengan kesadaran sosial yang dibangun diatas basis relasi intersubjektif rakyat dapat memainkan peranan dalam rekonstruksi tatanan sosial baru yang lebih demokratis. Tatanan sosial yang demokratis ini menurutnya kondusif bagi humanisme dan pembebasan.
Beranjak dari signifikansi utama pendidikan diatas, tulisan ini disajikan dengan semangat untuk melakukan kritisasi terhadap dunia pendidikan, utamanya di Indonesia.

Pembahasan

Dari uraian pendahuluan diatas, Maka pada pembahasan kali ini kami akan memaparkan tentang bagaimana pendidikan transformatif secara sederhana. Karena penekanan pada pendidikan transformatif ini adalah bahwa peserta didik mampu melakukan perubhan dan pendidikan dapat mengubah peserta didik, dapat mentransformasikan nilai-nilai yang akan di sampaikan.

Ada satu kata kunci yang perlu dipahami dalam Pendidikan transformatif pada tahap ini, yaitu Perubahan. Jika hal-hal di atas telah dialami oleh seorang siswa, maka disini saatnya siswa tersebut harus berubah. Apanya yang berubah? Tentu yang berubah adalah sudut pandangnya dalam memandang hal-hal yang telah diketahuinya tersebut. Ia harus mulai lagi memeriksa informasi2 yang telah mereka dapat satu persatu, dan memisahkan mana yang sekedar opini dan mana yang benar-benar berupa fakta. Setelah proses menyaring tersebut maka akan didapatkan semua hal-hal yang relevan, dan mulailah ia mempertanyakan Landasan sudut pandangnya terhadap informasi yang relevan tersebut, terutama dikaitkan dengan Asumsi dasar yang telah dipegang mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, Asumsi dasar ini adalah berupa suatu Makna Kehidupan dan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena mau tidak mau hampir semua sudut pandang dan tingkah lakunya bermuara pada makna kehidupan tersebut. Sehingga dalam kehidupan nyata, dengan menyesuaikan makna kehidupan terhadap informasi2 yang relevan tersebut, seorang siswa akan memandang segala sesuatu secara berbeda.

Bila kita mendaftar apa sebenarnya yang terjadi pada seorang siswa dalam proses transformatif ini terutama dalam bidang Akademik, maka didapat sebagai berikut:

  • Memahami kerangka berpikir yang telah digunakan selama ini
  • Mempelajari kerangka berpikir alternatif yang lain
  • Mentranformasi sudut pandang yang digunakan.agar dapat mengakomodasi kerangka berpikir yang lain tersebut (yang dianggap relevan tentunya)
  • Dan akibatnya akan Mentranformasi segala kebiasaan berpikirnya

Untuk melakukan hal ini seorang siswa perlu dibantu oleh guru (atau orang tuanya) yaitu dalam melalui proses transformatif yang sangat kritis ini. Tentunya tidak dengan memaksakan kerangka berpikir mereka sendiri kepada siswa tersebut, tetapi membiarkan siswa membangun kerangka berpikirnya sendiri.

Proses transformatif ini bisa diajarkan dalam bidang akademis dan di sini tugas seorang guru adalah sebagai berikut:

  • Memberikan suatu masalah atau menunjukkan suatu kejadian tertentu yang dapat menyadarkan siswa akan Keterbatasan pengetahuan dan pendekatan mereka.
  • Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan Asumsi-asumsi dasar yang mendasari pengetahuan dan pendekatan yang mereka gunakan.
  • Mendorong siswa untuk menelaah dari mana Asumsi-asumsi ini berasal dan bagaimana asumsi tersebut membatasi pemahaman mereka
  • Mendiskusikan apa yang telah mereka telaah kepada guru dan siswa yang lain.
  • Memberikan kesempatan kepada mereka untuk menguji perspektif mereka yang telah diperbaharui.

Bila siswa telah biasa dengan proses Transformatif dalam bidang akademisnya, maka kemungkinan besar mereka juga akan dapat menerapkan hal ini dalam kehidupan sehari-harinya terutama dalam melalui perubahan-perubahan dalam tahap kehidupannya dengan sukses.

Kesimpulan

Setelah pembahasan diatas maka kami ingin menekankan pentingnya pengharapan (hope) dan impian (dream). Dua hal ini jelas bukan sebagai ekstase yang penuh ilusi dan tipu daya. Karena mimpi dan harapan memberi kita energi untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Tak ada perubahan tanpa impian, begitu pula tak ada impian tanpa harapan. Hanya saja harapan dan impian harus ditindak lanjuti dengan aktualisasi, sehingga kekhawatiran tadi tidak terjadi dan berlanjut. Ke depan, terbentang pekerjaan rumah yang luar biasa berat. Perubahan baik mengenai kurikulum, perangkat aturan legal, maupun pergeseran paradigma yang sepertinya tidak bisa ditolak jika menginginkan perubahan yang substantif, tidak sekadar 'kosmetik' ingin diwujudkan. Maka dengan pendidikan transformatif ini diharapkan lahir pemikir-pemikir baru yang akan membuat suatu perubahan dalam pendidikan kita di Indonesia ini. Dan yang juga kami harapkan adalah pendidikan mampu menjadikan peserta didik mengalami perubahan baik tingkah laku, corak, berfikir, dan lain sebagainya.

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM


Khawarij

Sejarah khawarij

Khawarij adalah mayoritas suku badui arab pendukung ali bin abi tholib yang tidak puas dengan sikap pemimpinnya yang menerima tahkim sebagai jalan penyelesaian sengketa dengan mu’awiyah bin abu sowyan mengenai masalah khalifah. Dalam perkembangan berikutnya, khawarij terpecah menjadi sekte-sekte dan sub-sub sekte dengan jumlah keseluruhan mencapai 24.

Khawarij berasal dari kata”kharaja” yang mengandung pengertian keluar. Semula mereka dalam barisan ali kemudian keluar memisahkan diri[1], karena tidak sepaham dalam persengketaan. Nama lain nya adalah ”haruriyah” yang berasal dari kata harura, sebuah desa di kufah di Irak. Di desa ini mereka berjumlah 12.000 orang menyusun kekuatan untuk mengadakan ”makar” terhadap pemerintah ali ali yang sah, dengan memilih Abdullah ibn wahab al-rasibi menjadi ima mereka sebagai ganti abu thalib. Mereka bertempur dengan ali dan kalah besar sampe akhirnya abd al rahman ibn al muljam dapt membunuh ali.

Khawarij memfokuskan gerakanya dalam 3 hal, yaitu :

1. Persoalan politik

Mereka selalu menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Seorang khalifah yang dipilih umat harus memenuhi syarat-syarat, yaitu : mempunyai kemampuan dan komitmen pada syari’ah. Khalifah dapat dijadikan sarana mosi tidak percaya jika lagi menegakkan keadilan dan melaksanakan syari’at islam.[2]

2. Arah teoligi

Pembahasan mengenai siapa yang tetap mukmin dan siapa yang telah keluar dari islam atau kafir. Mereka menganggap ali talhah, zubair, dam sahabat besasr lainya yang tidak sependapat denagn mereka dianggap kafir[3] termasuk muy;awiyah, amr in ash, dan abu musa al- masy’ari, karena mereka keluar dari islam atau kafir, maka darah mereka halal dan boleh dibunuh.[4]

3. pemahaman mereka tentang Nash

mereka memahami qur’an dan hadits secara tekstual. Mereka hanya melihat nash tanpa mau memahami konteksnya.[5]

Mereka jug mempunyai ajaran pokok, yaitu tentang politik dan akidah.

Sekte-sekte khawarij dan ajaran-ajaran mereka

1. Al- Muhakkimah

Pada awalnya mereka pengikut ali. Tapi mereka keluar setelah peristiwa tahkim dan mereka berkumpul di harura.

Ajaran sekte ini adalah :

a. Ali, mu’awiyah, amr bin ash, abu musa al- ay;ari dan semua yang menerima tahkim adalah bersalah dan menjadi kafir

b. Pengertian ini akhirnya meluas kepada semua pelaku dosa, seperti pelaku zina dan pembunuhan tanpa sebab.[6]

2. Al-azariqah

Adalah para pengikut abu rasyid nafi’ bin azraq, sekte ini yang paling besar, penuh wibawa dan menjunjung tinggi harga diri.

Ajaran-ajaran

a. Semua yang tidak sependapat dengan mereka dipandang musyrik penghuni kekal neraka, dan halal membunuh mereka

b. Daerah atau negara yang tidak sependapat dengan mereka disebut Dar al-harb. Jadi boleh membunuh nak, wanita, menawan dan menjadikan budak

c. Anak-anak akan masuk neraka bersama orang tua mereka, karena orang tua mereka tidak sependapat dengan sekte ini, dan mereka kafir

d. Pelaku zina tidak dirajam cukup dijilid saja

e. Hukuman bagi penuduh zina hanya berlaku bagi orang-orang yang menuduh wanita dan tidak bagi laki-laki

f. Mereka menguji orang yang ingin masuk sekte ini dengan menyuruh membunuh tawanan mereka.

3. Al- Najdat

Mereka adalah pengikut Najdah bin Amir al-hanaf, yang berasak dari daerah yamamah. Sekte ini gabungan kelompok abu fudaik, rasyid al-thawil, dan athiyah al-hanafi.

Ajaran-ajaran

a. Umat islam wajib mengetahui Allah dan rasulnya, haram membunuh umat islam yang sepaham dengan mereka.

b. Jika seseorang berijtihad diluar tersebut dan salah, maka ia akan dimaafkan.

c. Orang yang tidak sepaham dengan mereka kalu melakukan dosa besar akan diampuni dan kalupun disiksa, maka siksa itu dineraka dan setelah itu masuk surga

d. Dalam keadaan perang halal memakan harta dan darah Ahl dzimmi9.

e. Orang yang melakukan dosa-dosa kecil bila dilakukan terus-menerus akan mengakibatkan musyrik. Sedang pelaku dosa besar seperti zina, khomr, bila dilakukan terus menerus tidaklah berakibat musyrik.[7]

f. Adanya imam bukan merupakan kewajiban syar’i tetapi hanya kewajiban maslahi

g. Mengajarkan faham taqiyah, yaitu boleh merahasiakan, menyembunyikan keyakinan, atau keimanannya demi menjaga dari musuh.

4. Al-Shufriyah

Mereka pengikut Zaid bin ashfar, jaran-ajaranya

a. Orang yang tidak hijra/perang tidak dianggap kafir asal masih sependapat

b. Dilarang membunuh anak-anak orang musyrik karena mereka tidak dianggap kafir seperti orangtua mereka, dan anak-anak ini tidak kekal dineraka

c. Pelaku dosa besar yang ada sanksinya di dunia seperti zina tidak dianggap kafir, sedangkan yang melakukan dosa tetapi tidak ada hukuman di dunia seperti lari dari perang, meninggalkan shalat, maka mereka dianggap kafir

d. Bila didaerah bukan islam wanita muslimah boleh menikah dengan orang kafir demi menjaga keamanan dirinya

e. Kufur ada 2, yaitu kufur nikmat dan ingkar terhadap rububiyah alaah. Dan syirik juga ada 2 yaitu taat dengan setan dan menyembah berhala.

f. Tidak membenarkan menawan anak-anak dan wanita.[8]

g. Taqiyah hanya boleh dilakukan dengan kat-kata. Tidak boleh dengan perbuatan.

5. Al-’Ajaridah

Mereka pengikut ’Abd al-karim bin ’Ajrad, ajaran-ajaranya

a. Anak-anak pada dasarnya netral. Jika orang tuanya musyrik maka mereka akan masuk neraka bersama

b. Orang yang tidak sepaham dengan mereka apabila mati hartanya dapat dirampas

c. Hijrah ketempat mereka tidak wajib tapi keutamaan. Jadi mereka bebas tinggal dimana

d. Pelaku dosa besar adalah kafir

e. Surat yusuf tidak termasuk bagian integral dari al-qur’an karena didalamnya terdapat kisah cinta,[9] antara yusuf dan zulaikhah

6. Al-khazimiyah

Sekte ini didukung oleh mayoritas ’Ajaridah Sijistan, ajaran-ajaranya

a. Seseorang yang tidak mengetahui seluruh sifat allah adalh bodoh dan bodoh terhadap sifat allah berarti kafir. Kasb bukan ciptaan Allah, namun manusia tidak mugkin dapat melakukan kasb tanpa kehendak Allah.

7. Al-Tsa’libah

Mereka pengikut Tsa’labah bin amir, ajaran mereka

b. Naak-anak tidak kena hukum sampai mereka tamyiz. Jika telah menerima dakwah muslimlah mereka, mak jika mereka inggakar musyriklah mereka.[10]

8. Al-Ibadiyah

Mereka pengikut Abdullah bin ibadh, ajaran-ajran

c. Orang yang tidak sependapt berarti kafir

d. Wilayah mereka yang tidak sepaham disebut sebagai Dar-Tauhid

e. Persaksian orang yang tidak sepaham adalahsah

f. Pelaku dosa besar adalah tetap muwahhid tetapi tidak mukmin.

MURJI’AH

Sejarah murji’ah

Asal mula lahirnya golongan murji’ah adalah karena adanya masalah politik, terutama masalah khalifah. Dari masalah khalifah kemudian merembet lagi ke masalah yang lebih khusus yakni terjadinya pertentangan antar beberapa kelompok yang berbeda pandangan. Untuk mendukung kepentingan masing-masing akhirnya menggunakan argumentasi agama dan pada giliran memasuki kawasan teologi, baik status mukmin pa kafir dan sebagainya. Ditengah pertentangan itu murji’ah muncul dengan menggunakan prinsip ”irja”

Irja sendiri mnurut bahasa ada 2, yaitu mengakirkan/menangguhkan. Dan pemberian harapan.

Sekte-sekte murji’ah

1. Jahmiyah

· Dipelopori oleh Jahm ibn sofwan, kepercayaanya

· Orang yang percaya pada tuhan kemudian menyatakan kekufuranya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, sebab persoalan iman dan kufur ada di dalam hati

· Surga dan neraka itu tidak kekal dan penghuninya binasa sehingga tinggala allah saja.

2. Yunusiyah

Pegikut Yunus ibn aun al-namiri, ajaranya

· Iman adalah makrifat alah, tunduk kepadanya dan tidak sombong serta mahabbah dalam hati kepada Nya.

3. Ghassaniyah

Mereka para pengikut Ghassan al kufi, ajaranya

· Iman adalah makrifat Allah dan rasulnya, mengakui apa-apa yang diturunkan kepada allah dan apa yang dibawa rosul secara global.

· Iman itu tidak berambah dan tidak juga berkurang

4. Al-shalihiyah

Mereka pengikut Shalih ibn uma al-ahalihi, aliranya

· Iaman dab nakrifat allah ada 2 macam, yaitu makrifat fitriyah, dan muktasabat

5. Tumaniyah

Mereka pengikut Abu mu’ad al-tumami, ajaran-ajaranya

· Iman tidak bisa bercampung dengan kufur

6. Al-ubaidiyah

Mereka merupakan pengikut Ubaid al-mukhta’ib, ajaranya

· Semua dosa kecuali syirik akan diampuni allh

7. Tsaubaniyah

Mereka pengikut Abu Tsauban, aajran-ajarannya

· Iman adalah pengakuaan terhadap allah dan rasulnya

JABARIYAH DAN QADARIYAH

JABARIYAH

Asal mula

Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dinamakan demikian karen kaum ini mempunyai faham bahwa manusia melakukan perbuatan-perbuatan itu dalam keadaan terpaksa. Dalam literatur barat disebut dengan Fatalism atu Predistination, yaitu bahwa perbuatan manusia sudah ditentukan Sejas zaman azali.

Tokoh-tokoh dan ajaranya.

1. Jahm bin sofwan

Lahir di samarkand kemudian menetap di kufah dan berguru pada Ja’ad bin Dirham. Beliau meninggal karena hukuman quizás pada tahun 131 karena melakukan pemberontakan.

Ajaran-ajaranya

Persoalan ketuhanan, yaitu:

· Persoalan antara dzat dan sifat Allah

· Persoalan melihat Allah

· Persoalan kehancuran surga dan neraka

· Persoalan al-qur’an adalah persoalan makhluk

Persoalan manusia, yaitu:

· Terpaksa

· Akal

2. Husein bin muhammad al-najjar

Tkoh ini merupakan tokoh jabariyah moderat, ajaran-ajaranya meliputi,

· Perbuatan manusia

· Kehendak Allah

· Melihat Allah

3. Dhiror bin ’amr

Tokoh ini juga merupakan tokoh jabariya moderat, ajaran-ajaranya meliputi,

· Melihat Allah

· Perbuatan manusia

· Kemampuan akal

QODARIYAH

Asal mula

Sebenarnya paham ini sudah ada sebelum munculnya mu’tazilah, yaitu sejak kaum muslimin mulai mempersoalkan masalah teologi. Sedangkan nam qadariyah diberikan oleh lawan teologinya karena pendpatnya ynag memandang, manusia itu bebas dan mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan kehendak dan segala perbuatanya. Dalam teologi modern faham qadariyah ini dikenal dengan nama free will, freedom of willingness, yaitu kebebasan untuk berbuat. Qadariyah muncul setelah kaum muslimin menguasai daeah yang luas sehingga terjadi asimilasi dan penetrasi kebudayaan dengan orang non arab.

Tokoh-tokoh qadariyah.

1. Ma’bad al-juhari

2. Ghaylan ad dimasqi

Ajaran-ajaranya

1. Manusia itu memiliki kehendak dalam perbuatanya

2. Perbuatan baik yang dilakukan manusia datang dari Allah, dan perbuatan buruk manusia berasal dari manusia itu sendiri

RESUME

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM




Disusun oleh :

Zalik Nuryana (07410015)

JURUSAN PEDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA 2008



[1] Harun nasution op. Cit., hal 11

[2] Muhammad abu zahro, tarikh al-madzahib al-islamiyah, 1, (Beirut: daar al-fikr al-‘arabi, t,t.)hlm 71

[3] A. Hanafi, pengantar teologi islam, (Jakarta : jaya murni, 1974), hlm 73

[4] ibid

[5] W. Montgomery watt, pemikiran teologi dan filsafat islam, terj (kakarta : p3m, 1987) hlm 19

[6] Ibid hlm 1

[7] Al-syahrastani, op.cit.,hlm123-124

[8] M. Abu zahrah, op.cit., hlm 84

[9] Al-syahtani, op. cit., hlm 128

[10] Al-syahrastani, op. mcit., hlm 131