PENDAHULUAN
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar, oleh karena itu sekolah harus memberikan pengajaran yang tepat kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, perlu adanya metode-metode yang tepat yang harus di gunakan oleh para pendidik. Kemajuan zaman juga mendorong kemajuan pendidikan, oleh karena itu kreatifitas dalam menyampaikan pendidikan pada peserta didik sangat dituntut.
Perlu disampaikan juga bahwa yang dimaksud metode pengajaran adalah, cara-cara yang dipergunakan orang dalam menyajikan berbagai ilmu pengrtahuan, teknologi, dan ketrampilan sebagaimana dilakukan di sekolah-sekolah dan berbagai lembaga pendidikan yang lan dari waktu-waktu tertentu.sedangkan metode pendidikan ialah, cara-cara yang digunakan dalam membantu dan mendidik anak dam pertumbuhan jiwa dan pribadinya menuju kedewasaan. Kegiatan ini dapat berlangsung kapan dandimanapun.namun, baik metode pendidikan maupun pengajaran, keduanya merupakan upaya untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik.
Menentukan bagaimana metode dalam penyampaikan pengajaran bukanlah hal yang mudah. Disamping faktor individu banyak juga faktor eksernal dari peserta didik itu sendiri. Dari sekian banyak eksperimen yang telah dilakukan sekian banyak pula jawaban yang ditemukan. Namun pada bahasan kali ini kami akan mengupas tentang metode yang menggunakan media. Media yang kami maksud disini adalah perantara atau saluran dalam proses komunikasi, segala bentuk fisik atau alat untuk mengomunikasikan pesan. Bentuknya bisa berupa televisi, komputer, LCD,dll. Dalam makalah ini kami juga akan mengungkapkan kelebihan dari metode dengan menggunakan media ini. Tetapi kami juga hanya mengmbil contoh banyak kasus yang terjadi pada tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Karena mereka belum menggunakan self forming. Demikian sedikit penjelasan dari kami, semoga bisa bermanfaat.
LATAR BELAKANG MASALAH
Tujuan utama dari pengajaran adalah transformasi informasi dari seorang guru kepada peserta didik. Namun, umumnya para guru hanya mengandalkan media pengajaran klasik, seperti ceramah dan gambar sebagai ilustrasi, dan juga metode chalk and talk. Padahal sesungguhnya untuk tujuan tercapainya proses belajar tuntas, seorang guru diberikan kebebasan berkreasi. Metode pengajaran chalk and talk dinilai kurang efisien dan efektif untuk penyampaian ilmu dan pengetahuan bagi siswa, khususnya dengan berlakunya kurikulum 2003. Ironisnya, saat ini justru metode konvensional itulah yang banyak dipakai guru untuk mengajar.
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka Benny A. Pribadi menyampaikan hal tersebut dalam seminar Mutu Guru, Tantangan, dan Permasalahannya di Universitas Terbuka, Pondok Cabe, kemarin (27-11-07). Benny mengatakan bahwa permasalahan besar yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah terjebaknya guru pada pola pengajaran lama. Yaitu mengutamakan metode pengajaran yang disebutnya dengan chalk and talk style yang pasif. ``Kebiasaan guru itu, sesudah menerangkan langsung menulis di papan tulis, atau sebaliknya. Mereka tidak sadar bahwa metode pengajaran itu sangat membosankan. Tapi, tetap saja asyik di depan kelas tanpa melihat apakah siswa memperhatikan atau tidak,`` jelasnya. Metode konvensional tersebut jelas ketinggalan beberapa langkah dengan sistem pendidikan dan pengajaran yang terus berkembang, utamanya dengan acuan baru kurikulum 2003 yang menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam mengajar.
Untuk itu, Benny menyarankan agar guru-guru mau berlega hati dan sedikit berkorban dengan lebih aktif mencari metode pengajaran alternatif. Yaitu dengan melibatkan siswa secara langsung dan lebih interaktif. Karena proses belajar-mengajar sendiri, adalah salah satu bentuk komunikasi. Dan jelas, setiap proses komunikasi menuntut interaksi pihak-pihak yang terlibat, termasuk guru dan siswa sendiri. Dengan demikian, makin baik kualitas interaksi diharapkan makin baik pula hasil pembelajaran atau learning outcomesnya.
ANALISA
Salah satu alternatif yang bagus adalah penggunaan multimedia. Karena media dinilai sebagai salah satu komponen yang dapat meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Metode pembelajaran lewat multimedia sesungguhnya bukan hal baru, namun sekarang ini sangat jarang dilakukan karena rendahnya kreativitas guru. Karena itu, sekalipun di satu sekolah terdapat peralatan multimedia, tetapi masih sangat jarang yang memanfaatkannya sebagai materi pembelajaran. Padahal, sesungguhnya tidak ada alasan bagi sekolah untuk tidak memakai metode pembelajaran seperti ini, di mana pesawat televisi, VCD player, bahkan LCD bukan lagi menjadi barang mewah. Gagasan terobosan seperti ini perlu dilakukan. Sebab, siswa sudah terlalu jenuh jika hanya diwajibkan untuk menghafal buku teks.
Belakangan ini sejumlah stasiun televisi swasta sedang berebut memberikan tayangan dokumenter. Sebutlah Discovery. Tayangan tersebut sarat dengan nilai pendidikan dan dapat menjadi sebuah metode pengajaran alternatif. Lewat tayangan dokumenter seperti itu sebuah proses belajar-mengajar dapat menjadi sangat mengasyikkan dan menghibur. Bahkan, peserta didik pun tak merasa kalau dirinya sedang berada dalam proses belajar-mengajar. Alangkah indahnya jika metode pengajaran seperti itu diadopsi secara resmi ke dalam sekolah. Dengan metode pengajaran seperti itulah pelajaran menjadi sangat menarik dan tidak membosankan.
Kita bisa mengambil contoh kecil, mengapa rata-rata siswa tidak suka dengan pelajaran IPS? Jawabannya karena pada umumnya mata pelajaran itu hanya disampaikan dengan cara menghafal. Akibatnya, siswa merasa cepat lelah dan mengantuk. Padahal, banyak sekali peristiwa yang dapat disajikan dengan gaya dokumenter, seperti proses terjadinya gunung berapi, gempa bumi, atau peristiwa sejarah perjuangan bangsa, yang barangkali menjadi sulit jika disampaikan dengan metode ceramah.
Dari waktu ke waktu tayangan dokumenter selalu meningkat. Perkembangan dari kesuksesan di layar kaca tersebut ternyata diikuti dengan perkembangan di luar. Para orangtua sekarang punya kecenderungan membelikan oleh-oleh bagi anaknya VCD dokumenter dibandingkan dengan membelikan makanan ringan atau baju atau mungkin oleh-oleh yang lain. Fenomena tersebut sudah menunjukkan adanya perubahan sikap dan peningkatan kesadaran pendidikan dari para orangtua. Lebih dari itu, tayangan dokumenter belakangan ini sudah mampu menggeser topik pembicaraan dari kisah tayangan telenovela atau tayangan film India.
Seandainya metode pengajaran seperti ini diadopsi oleh sekolah, maka kemungkinan besar dapat meningkatkan persentase pencapaian belajar tuntas. Berkaitan dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi, yang menuntut kreativitas guru dalam mengelola kelas serta dapat meningkatkan keaktifan siswa, maka metode pengajaran ini lebih sesuai. Karena, siswa akan merasa berada pada suasana bermain dan tidak belajar. Setelah itu guru melakukan ulasan untuk mempertajam memori terhadap tayangan yang baru saja dilihat, atau memberi penugasan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang baru saja dilihat untuk kemudian dipresentasikan di depan kelas.
Di samping itu, dengan metode pengajaran ini kerja seorang guru menjadi lebih ringan karena guru tak diwajibkan untuk terus-menerus berdiri di depan kelas seraya berceramah.
Masalahnya sekarang adalah, guru sendiri tidak memahami apa arti dan peran media. Selama ini, kata media yang lebih dikenal sebagai alat peraga itu justru menghantui guru-guru. Beragam alasan dikemukakan untuk menghindari pemakaiannya, termasuk mahalnya biaya operasional yang tidak berimbang dengan hasil yang didapat, mahalnya alat, sulitnya mengoprasikan dll. Apa pun alasannya, sambung Benny, keberadaan media itu harus diupayakan, karena media mampu menyajikan tiga manfaat, selain memberikan informasi dan pembelajaran baik secara kognitif, afektif, maupun psikotorik, keberadaannya juga bisa memotivasi minat belajar siswa.
DAFTAR REFERENSI
- Ngalim Purwanto, Drs. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. 1998.
- Pengantar Ilmu Pendidikan. Modul 4. IKIP Yogyakarta.
- Www.smu.net.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar