PENDAHULUAN
Salah satu sifat dasar manusia adalah hasrat dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Hal ini adalah anugerah tuhan yang diberikan kepada manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain[1]. Salah satu bukti sederhana dari rasa ingin tahu manusia ini adalah dengan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan untuk suatu masalah atau sesuatu yang belum, kurang, bahkan yang tidak dimengerti manusia. Sedangkan untuk taraf permasalah yang lebih mendalam wujud rasa ingin tahu manusia adalah dengan melakukan penelitian. Suatu penelitian pada hakekatnya juga dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.[2]
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif[3]. Pada pembahasan kali ini akan kita bahas tentang penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak, tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi. Dalam makalah ini, akan kami coba kupas lebih dalam tentang penalaran induksi. Tentunya makalah ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, maka kami menerima masukan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amiin..
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Aristoteles mengenal induksi sebagai proses penalaran dalam rangka memperoleh kebenaran general dari hal-hal partikular. Francis bacon (1516-1626)[4] adalah orang yang meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi yang modern, dan juga merupakan orang yang pertama kali membuat rincian dari jenis penalaran ini untuk dijadikan aturan penelitian ilmiah. Bacon mendorong ilmuan meneliti alam semsta dengan menstabulasi baik lingkungan dimana suatu fenomena hadir ataupun tidak hadir. Ciri dari penjelasan induktif adalah, lingkungan dapat menjadi tema penelitian dan semakin menyeluruh maka generalisasi semakin mungkin mencapai kepastian. Induksi yang dipaparkan Bacon adalah, suatu metode atau suatu proses penyisihan atau pelenyapan, dengan semua sifat, yang tidak termasuk sifat tunggal ditiadakan. Tujuannya ialah untuk memiliki sebagai sisanya sifat-sifat yang menonjol dalam fakta-fakta yang diamati.[5]
Dapat juga dikatakan bahwa berfikir secara induktif merupakan suatu cara berfikir dengan mendasarkan pada pengalaman pengalaman yang diulang ulang. Bisa juga merupakan sebuah kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus kasus khusus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus khusus menjadi kasus umum.
Kasus khusus:
- Andi mati
- Eko mati
- Budi mati
- dst
Andi Eko Budi dst adalah manusia
maka kasus umumnya dapat dipahami atau disimpulkan:
Manusia pasti mati
Berfikir secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu. Sains probabilistik biasa sangat menyukai cara pandang seperti ini. Kebanyakan dari pengetahuan sehari hari kita juga merupakan hasil dari berfikir induktif. Mendung itu pertanda akan hujan, dsb merupakan hasil dari pola pikir induktif.
b. Pembagian Induksi
Dari jumlah kasus yang dijadikan contoh menuju pada kesimpulan, kita bisa membagi induksi dalam 2 macam :
- Induksi Lengkap
- Induksi Tidak Lengkap
A. Induksi lengkap
adalah penalaran induksi dimana suatu kesimpulan umum diambil berdasarkan seluruh kasus partikular yang diteliti/diketahui.
Misalnya, saya meneliti bahwa rumah-rumah di desa wukirsari cangkringan semuanya sudah mendapatkan listrik. Dari hasil pengamatan itu saya kemudian menyimpulkan bahwa semua rumah di desa wukirsari cangkringan telah mendapat listrik. Generalisasi ini tidak bisa diragukan dan diperdebatkan lagi, karena muncul dari hasil pengamatan atas semua kasus.
Tapi penalaran induksi jenis ini adalah “penalaran” yang sangat lemah. Artinya saya tidak menambah sesuatu kedalam pengetahuan saya, karena saya hanya menyimpulkannya dari apa yang sudah ada. Selain itu apa yang saya nyatakan hanyalah apa yang saya ketahui.
B. Induksi Tidak Lengkap
Induksi ini lebih merangsang dan lebih menantang. Karena dari sini kita melewati suatu proses “dari beberapa ke semua”. Induksi tidak lengkap adalah penalaran dari beberapa kasus-kasus partikular menuju pada kesimpulan umum. Dari sini kita mengambil beberapa kasus, banyak atau sedikit tetapi tidak semua, bahwa suatu pernyataan umum mengenai kelas itu dianggap benar.
Induksi tidak lengkap bisa dilihat pada contoh sederhana dibawah ini :
[1] Aji – penduduk desa A = adalah pegawai
[2] Budi– penduduk desa A = adalah pegawai,
[3] Retno – penduduk desa A = adalah pegawai,
[4] Susi – penduduk desa A = adalah pegawai,
[5] Yopan – penduduk desa A = adalah pegawai,
[6] Zet – penduduk desa A = adalah pegawai.
Kesimpulan – jadi semua penduduk yang mendiami desa A adalah pegawai.
Induksi tidak lengkap adalah penalaran yang sering dipakai dalam berbagai bidang. Para peneliti, pengamat, dan lain-lain mengambil suatu pernyataan umum dari beberapa kasus partikular dan menegaskannya sebagai suatu kebenaran.
c. Kritik dan Keberatan terhadap Penalaran Induksi
Dalam sejarah pemikiran filsafat, ada beberapa nama yang telah melakukan kritik atas pemikiran dan penalaran induksi. Misalnya saja David Hume dengan keberatan empirisme-nya[6] dan Karl Popper dengan falsifikasi-nya[7].
Seperti yang telah kita bahas diatas bahwa Penalaran induktif dihasilkan dari sejumlah kasus-kasus spesifik atau khusus yang memiliki kaitan satu-sama lain sehingga bisa ditarik satu atau beberapa buah kesimpulan yang bersifat lebih luas atau umum. Namun demikian ada beberapa kritik yang menjadi salah satu serangan paling kuat terhadap cara berfikir ini.
1. Kritik Pertama.
Penalaran induktif bukan merupakan prediksi yang benar-benar akurat. Induktif bisa dihasilkan karena pengulangan-pengulangan secara terus menerus. Misalkan seekor ayam diberi makan oleh pemiliknya sedemikian sehingga ayam tersebut setiap kali pemiliknya mendekat selalu tahu bahwa saat itulah ia akan disuguhi makanan yang akan mengenyangkan dirinya. Dengan demikian ayam (secara instingtif atau behavioristis) memiliki pengetahuan atas suguhan makanan yang akan dimakan lewat kasus pembiasaan yang diulang ulang. Ayam sampai pada kesimpulan bahwa majikan datang sama dengan makanan datang. Ini merupakan kesimpulan umumnya.
Namun suatu ketika majikan datang dan sang ayampun mendekat. Bukan makanan yang di dapat oleh sang ayam tapi tebasan pisau yang meneteskan darah dilehernya. Majikan datang sama dengan maut. Dengan demikian kesimpulan umum bahwa majikan datang sama dengan makanan menjadi sebuah pengetahuan yang salah dan menjerumuskan sang ayam itu sendiri.
Tidak beda dengan hal ini adalah kepercayaan kita atas terbitnya matahari dari timur. Karena setiap hari matahari selalu saja terbit dari timur (walaupun mengalami pergeseran sedikit kearah utara atau selatan), hal ini tidaklah menjadikan kesimpulan bahwa matahari selalu terbit dari timur merupakan sebuah kebenaran mutlak. Tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari bisa terbit dari barat, utara atau selatan.
Disini terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.
2. Kritik kedua.
Penalaran induksi seringkali dikaitkan dengan sebuah korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dua buah kejadian yang berbeda. Hasil-hasil kesimpulan secara induksi juga dikaitkan dengan kausalitas sebuah kejadian. Karena sedemikian sering kejadian A diikuti oleh kejadian B, maka diambil kesimpulan bahwa kejadian A merupakan penyebab kejadian B. Hutan yang gundul menyebabkan banjir. Pengeboran lumpur Lapindo menyebabkan luapan lumpur. Dsb.
Kemudian lewat sebuah penelitian induktif (imajinasi) diketahui bahwa terdapat korelasi nyata yang menyatakan setiap kali seekor domba kencing di Depan Graha Saba Pramana UGM, maka Daerah UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) akan kebanjiran. Apakah kesimpulan ini bisa dikaitkan dengan proses kausalitas?
Inilah yang menjadi kritik kedua atas penalaran induktif. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif. Penalaran induktif sekarang ini masih sering digunakan sebagai salah satu pengetahuan yang “ilmiah” dalam persoalan-persoalan kehidupan. Baik itu kesehatan, biologi, psikologi dan sebagainya. Contoh nyata dari aplikasi penalaran induktif adalah penelitian-penelitian yang bersifat statistikal yang mendasarkan pada sampel-sampel.
Kesimpulan
Kelebihan penalaran induktif
1. Berfikir secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu
2. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.
3. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Kelemahan penalaran induktif
1. Terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.
2. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif
Selamat berinduktif ria!!
Salam Penuh Ragu dalam Ketidakmengertian
Daftar Pustaka
Sumantri, Jujun S, 1997, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta : Yayasan Obor
Hadiwijono, Harun, 1979, Sari Sejarah Filsafat Barat jilid 2, yogyakarta : PPIP Duta Wacana
Rizal mustansyir&Misnal munir, 2003, Filsafat ilmu, yogyakarta : pustaka pelajar
Tim Dosen Filsafat ilmu, Fakultas filsafat UGM, 1992, Filsafat ilmu, yogyakarta : Liberti
Hand out, Filsafat Ilmu,Sem 2, PAI, Tarbiyah, Uin
[1] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberti, Yogyakarta, 1992, hlm. 67.
[2] J.S.Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, 1997,
[3] Ibid. hal 100
[4] Dr. harun hadiwijono, sari sejarah filsafat barat jilid II, pusat penelitian dan inovasi pendidikan duta wacana yogyakatya. Hal 8.
[5] Ibid. hal 10.
[6] Dr. harun hadiwijono, sari sejarah filsafat barat jilid II, pusat penelitian dan inovasi pendidikan duta wacana yogyakatya. Hal 64.
[7] Drs. Rizal Mmuntansyir M.Hum&Drs. Misnal Munir M.Hum . Filsafat Ilmu. Hal 117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar