Selasa, Desember 29, 2009

Pendidikan Transformatif

pendahuluan

Potret pendidikan di Indonesia makin hari makin buram.Ini disebabkan
karena pendidikan di Indonesia menganut paradigma liberal.
Dalam koridor paradigma ini pendidikan diabdikan bagi kepentingan ekonomi semata. Pendidikan tidak bertujuan untuk pembebasan kemanusiaan.Dalam makalh ini akan dipaparkan tiga paradigma pendidikan yang lazim berlaku: konservatif, liberal, kritik. Ketiganya membentuk corak kesadaran yang berbeda pula bagi peserta didik. Pendidikan konservatif menghasilkan kesadaran magis; pendididkan liberal menghasilkan kesadaran naif; sebaliknya, berbeda dengan dua paradigma sebelumnya, pendidikan kritik membentuk kesadaran kritis. Model pendidikan yang hanya sekadar menumpuk pengetahuan, tak pelak menghadirkan sosok generasi yang buta akan penindasan. Kemacetan transformasi sosial dewasa ini, tak lain juga bermula dari pendidikan yang tidak transformatif tersebut.

Mengapa peduli pada pendidikan? Banyak orang menyebut bahwa antara pendidikan dan perubahan sosial adalah dua hal yang saling terkait dan mempengaruhi. Suatu perubahan kiranya sulit akan terjadi tanpa diawali pendidikan, begitu pula pendidikan yang transformatif tak akan pula terwujud bila tidak didahului dengan perubahan, utamanya, paradigma yang mendasarinya. Bahkan, ada pula yang berpendapat bahwa menyebut perubahan sosial dan pendidikan yang transformatif ibarat menyebut sesuatu dalam satu tarikan nafas: pendidikan taranformatif adalah perubahan sosial dan perubahan sosial adalah pendidikan transformatif. Sungguhkah?

Perubahan sosial tentu membutuhkan aktor-aktor yang mempunyai pengetahuan, kemampuan, komitmen, serta kesadaran akan diri dan posisi strukturalnya. Untuk itu perlu tersedianya suatu media dimana ide-ide, nilai-nilai maupun ideologi, yang tentunya kontra ideologi hegemonik, ditransmisikan kepada para pelaku perubahan sosial.
Paulo Freire, pemikir dan aktivis Pendidikan Kritis, mempunyai pendapati cemerlang perihal pendidikan dan kaitannya dengan perubahan sosial1. Dalam bentuknya yang paling ideal, menurut Freire, pendidikan membangkitkan kesadaran (conscientizacao) diri manusia sebagai subjek. Dengan kesadaran sebagai subjek tersebut manusia dapat memerankan liberative action. Kesadaran ini secara komunal akhirnya membentuk kesadaran sosial. Dengan kesadaran sosial yang dibangun diatas basis relasi intersubjektif rakyat dapat memainkan peranan dalam rekonstruksi tatanan sosial baru yang lebih demokratis. Tatanan sosial yang demokratis ini menurutnya kondusif bagi humanisme dan pembebasan.
Beranjak dari signifikansi utama pendidikan diatas, tulisan ini disajikan dengan semangat untuk melakukan kritisasi terhadap dunia pendidikan, utamanya di Indonesia.

Pembahasan

Dari uraian pendahuluan diatas, Maka pada pembahasan kali ini kami akan memaparkan tentang bagaimana pendidikan transformatif secara sederhana. Karena penekanan pada pendidikan transformatif ini adalah bahwa peserta didik mampu melakukan perubhan dan pendidikan dapat mengubah peserta didik, dapat mentransformasikan nilai-nilai yang akan di sampaikan.

Ada satu kata kunci yang perlu dipahami dalam Pendidikan transformatif pada tahap ini, yaitu Perubahan. Jika hal-hal di atas telah dialami oleh seorang siswa, maka disini saatnya siswa tersebut harus berubah. Apanya yang berubah? Tentu yang berubah adalah sudut pandangnya dalam memandang hal-hal yang telah diketahuinya tersebut. Ia harus mulai lagi memeriksa informasi2 yang telah mereka dapat satu persatu, dan memisahkan mana yang sekedar opini dan mana yang benar-benar berupa fakta. Setelah proses menyaring tersebut maka akan didapatkan semua hal-hal yang relevan, dan mulailah ia mempertanyakan Landasan sudut pandangnya terhadap informasi yang relevan tersebut, terutama dikaitkan dengan Asumsi dasar yang telah dipegang mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, Asumsi dasar ini adalah berupa suatu Makna Kehidupan dan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena mau tidak mau hampir semua sudut pandang dan tingkah lakunya bermuara pada makna kehidupan tersebut. Sehingga dalam kehidupan nyata, dengan menyesuaikan makna kehidupan terhadap informasi2 yang relevan tersebut, seorang siswa akan memandang segala sesuatu secara berbeda.

Bila kita mendaftar apa sebenarnya yang terjadi pada seorang siswa dalam proses transformatif ini terutama dalam bidang Akademik, maka didapat sebagai berikut:

  • Memahami kerangka berpikir yang telah digunakan selama ini
  • Mempelajari kerangka berpikir alternatif yang lain
  • Mentranformasi sudut pandang yang digunakan.agar dapat mengakomodasi kerangka berpikir yang lain tersebut (yang dianggap relevan tentunya)
  • Dan akibatnya akan Mentranformasi segala kebiasaan berpikirnya

Untuk melakukan hal ini seorang siswa perlu dibantu oleh guru (atau orang tuanya) yaitu dalam melalui proses transformatif yang sangat kritis ini. Tentunya tidak dengan memaksakan kerangka berpikir mereka sendiri kepada siswa tersebut, tetapi membiarkan siswa membangun kerangka berpikirnya sendiri.

Proses transformatif ini bisa diajarkan dalam bidang akademis dan di sini tugas seorang guru adalah sebagai berikut:

  • Memberikan suatu masalah atau menunjukkan suatu kejadian tertentu yang dapat menyadarkan siswa akan Keterbatasan pengetahuan dan pendekatan mereka.
  • Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan Asumsi-asumsi dasar yang mendasari pengetahuan dan pendekatan yang mereka gunakan.
  • Mendorong siswa untuk menelaah dari mana Asumsi-asumsi ini berasal dan bagaimana asumsi tersebut membatasi pemahaman mereka
  • Mendiskusikan apa yang telah mereka telaah kepada guru dan siswa yang lain.
  • Memberikan kesempatan kepada mereka untuk menguji perspektif mereka yang telah diperbaharui.

Bila siswa telah biasa dengan proses Transformatif dalam bidang akademisnya, maka kemungkinan besar mereka juga akan dapat menerapkan hal ini dalam kehidupan sehari-harinya terutama dalam melalui perubahan-perubahan dalam tahap kehidupannya dengan sukses.

Kesimpulan

Setelah pembahasan diatas maka kami ingin menekankan pentingnya pengharapan (hope) dan impian (dream). Dua hal ini jelas bukan sebagai ekstase yang penuh ilusi dan tipu daya. Karena mimpi dan harapan memberi kita energi untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Tak ada perubahan tanpa impian, begitu pula tak ada impian tanpa harapan. Hanya saja harapan dan impian harus ditindak lanjuti dengan aktualisasi, sehingga kekhawatiran tadi tidak terjadi dan berlanjut. Ke depan, terbentang pekerjaan rumah yang luar biasa berat. Perubahan baik mengenai kurikulum, perangkat aturan legal, maupun pergeseran paradigma yang sepertinya tidak bisa ditolak jika menginginkan perubahan yang substantif, tidak sekadar 'kosmetik' ingin diwujudkan. Maka dengan pendidikan transformatif ini diharapkan lahir pemikir-pemikir baru yang akan membuat suatu perubahan dalam pendidikan kita di Indonesia ini. Dan yang juga kami harapkan adalah pendidikan mampu menjadikan peserta didik mengalami perubahan baik tingkah laku, corak, berfikir, dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar: